Inspiring dari si Adek...
Teringat pada kisah seorang anak kecil yang tengah dalam masa kesepian. Ia selalu mencoba menarik perhatian dari sang abang yang belakangan itu terasa jauh darinya dan mulai tak punya waktu lagi bermain dengan adik kecilnya itu.
Jelas sang abang telah memiliki kehidupan dan kesenangan baru bersama teman-temannya.
Suatu hari si adik mendapatkan sebuah hadiah dari bungkusan chiki2 yang dia beli yaitu berupa gambar cantik, ia tahu gambar itu adalah animasi kartun favoritnya dan si abang.
Iapun menempelkan gambar itu menjadi pajangan di dinding, dan tersenyum. Lalu mulai khayalan-khayalan polos khas anak kecil bermain-main di kepalanya. Dalam pandangannya rumahnya terasa begitu cantik dengan adanya pajangan kecil itu. Namun apa yang dikatakannya kemudian..? Secara monolog ia berbisik
“nantik kalau abang pulang pasti dia lihat trus bilang...
Wah...! cantik dek, rumah kita dek...
Adek dapat dimana ni gambarnya..?”
Begitu sederhana.. Ia bahkan tak sadar, dibanding gambar-gambar serta lukisan yang juga terpajang di ruang tengah itu, gambarnya nyaris takkan ada yang sempat melihatnya.
Tak lama si abang pulang, tanpa benar-benar bermaksud untuk pulang, hanya singgah sebentar untuk berganti pakaian sekolahnya. Sang adik yang sadar abangnya sedang terburu-buru dan tak sempat melihat karyanya tetap tak ingin kehilangan kesempatan, ia memancing secara langsung.
“bang... bang...!
Lihat bang, adek dapat hadiah gambar dari hadiah kue bang..
Adek tarok di sini, cantik rumah kita jadinya bang....”
Namun ternyata si abang memang tak ada waktu saat itu, dengan segera ia telah melesat bersama teman-temannya. Dan tinggallah si adik dengan semua harapan sederhananya...
Lama. Dan dengan sedikit mengejutkan ia melihat kepadaku, satu-satunya saksi hidup yang menyaksikan segala khayalan polosnya dari tadi. Sadar, ia mungkin telah terlalu besar omong dan tinggi harap.
Ia memang anak kecil....
Tapi bagaimana menilai perasaannya saat itu..?
Lebih dari perasaan apapun, mungkin kecewa atau sedih atau cuek, dan segera melupakan seperti kebanyakan anak-anak..
Ia justru memandang dengan perasaan malu...
***
Dan kini, aku merasa ada kesamaan antara aku dan adek, si anak kecil itu...
Telah melakukan sesuatu yang berharap bisa berarti untuk seseorang, dan dengan sedikit memalukan mulai mengharap yang macam-macam, harapan yang sederhana.
Hingga akhirnya sadar apa yang telah di lakukan ternyata tak ada artinya dalam pandangannya...
Seperti si adek, aku juga merasa malu....
Jelas sang abang telah memiliki kehidupan dan kesenangan baru bersama teman-temannya.
Suatu hari si adik mendapatkan sebuah hadiah dari bungkusan chiki2 yang dia beli yaitu berupa gambar cantik, ia tahu gambar itu adalah animasi kartun favoritnya dan si abang.
Iapun menempelkan gambar itu menjadi pajangan di dinding, dan tersenyum. Lalu mulai khayalan-khayalan polos khas anak kecil bermain-main di kepalanya. Dalam pandangannya rumahnya terasa begitu cantik dengan adanya pajangan kecil itu. Namun apa yang dikatakannya kemudian..? Secara monolog ia berbisik
“nantik kalau abang pulang pasti dia lihat trus bilang...
Wah...! cantik dek, rumah kita dek...
Adek dapat dimana ni gambarnya..?”
Begitu sederhana.. Ia bahkan tak sadar, dibanding gambar-gambar serta lukisan yang juga terpajang di ruang tengah itu, gambarnya nyaris takkan ada yang sempat melihatnya.
Tak lama si abang pulang, tanpa benar-benar bermaksud untuk pulang, hanya singgah sebentar untuk berganti pakaian sekolahnya. Sang adik yang sadar abangnya sedang terburu-buru dan tak sempat melihat karyanya tetap tak ingin kehilangan kesempatan, ia memancing secara langsung.
“bang... bang...!
Lihat bang, adek dapat hadiah gambar dari hadiah kue bang..
Adek tarok di sini, cantik rumah kita jadinya bang....”
Namun ternyata si abang memang tak ada waktu saat itu, dengan segera ia telah melesat bersama teman-temannya. Dan tinggallah si adik dengan semua harapan sederhananya...
Lama. Dan dengan sedikit mengejutkan ia melihat kepadaku, satu-satunya saksi hidup yang menyaksikan segala khayalan polosnya dari tadi. Sadar, ia mungkin telah terlalu besar omong dan tinggi harap.
Ia memang anak kecil....
Tapi bagaimana menilai perasaannya saat itu..?
Lebih dari perasaan apapun, mungkin kecewa atau sedih atau cuek, dan segera melupakan seperti kebanyakan anak-anak..
Ia justru memandang dengan perasaan malu...

***
Dan kini, aku merasa ada kesamaan antara aku dan adek, si anak kecil itu...
Telah melakukan sesuatu yang berharap bisa berarti untuk seseorang, dan dengan sedikit memalukan mulai mengharap yang macam-macam, harapan yang sederhana.
Hingga akhirnya sadar apa yang telah di lakukan ternyata tak ada artinya dalam pandangannya...
Seperti si adek, aku juga merasa malu....
0 komentar:
Post a Comment